Lanskap Malin Deman
LANSKAP Malin Deman merupakan lanskap pertengahan. Laut jauh berada di pantai Ipuh dan Mukomuko, Provinsi Bengkulu. Pegunungan tinggi berada di pedalaman Taman Nasional Kerinci Seblat. Malin Deman sendiri merupakan sebuah lembah lebar yang berbukit-bukit. Ceruk terdalam lembah ini adalah Sungai Ipuh.
Dilema Sawit
Sawit mengisi relung lanskap Malin Deman. Tapi tanah Malin Deman masih terus dilanda konflik. Sebagian lahan yang dikelola masyarakat justru adalah lahan berkonflik dengan perusahaan.
“Sejak 1988, perusahaan perkebunan kakao dan kelapa hibrida masuk di Malin Deman. Mereka menggusur paksa para petani yang dianggap menggarap lahan di lokasi Hak Guna Usaha (HGU). papar Sekjen Perkumpulan Petani Pejuan Bumi Sejahtera (P3BS), Lobian (8/3/2023).
Penggarapan lahan oleh perusahaan perkebunan, lanjutnya, secara masal dimulai sejak 1991. Sementara izin HGUnya sendiri baru diterbitkan pada 1995. Beberapa waktu kemudian, lahan HGU ditinggalkan.
Perusahaan lain datang ke Malin Deman pasca penelantaran lahan HGU oleh perusahaan sebelumnya yang menanam kakao dan kelapa hibrida. Perusahaan ini mulai menanam sawit pada 2005 hingga 2006. Penggusuran paksa mewarnai konflik penguasaan atas lahan.
Lobian menurutkan, persoalan antara masyarakat yang menggarap lahan dengan perusahaan yang mengklaim memiliki izin HGU terus berlanjut hingga melibatkan pemerintahan Kabupaten. DPRD Mukomuko bahkan mempertanyaan keabsahan legal pinjam pakai antara perusahaan yang dulunya menanam kakao dan kelapa hibrida, dengan perusahaan yang kini menanam sawit. Pada 2016, masyarakat beserta forum Kepala Desa di wilayah Malin Deman mensomasi perusahaan penanam sawit, tapi tidak ada tanggapan.
Kendati DPRD Mukomuko telah membentuk Panitia Khusus untuk hal tersebut pada 2017, konflik penguasaan lahan menemui jalan buntu. Salah seorang mantan Anggota DPRD Provinsi Bengkulu ditangkap setahun kemudian lantaran dianggap turut menguasai lahan berkonflik. Sejak itu, penangkapan demi penangkapan atas petani mulai terjadi. Di titik ini, masyarakat tani mulai merasakan perlunya membangun organisasi tani sebagai alat perjuangan.
“Upaya panen paksa turut dilakukan perusahaan karena menganggap telah menanam sawit di lahan bersengketa sejak 2005. Sementara petani beranggapan, lahan bersengketa justru telah mereka rawat usai perusahaan meninggalkan tanaman sawit yang masih memerlukan perawatan. Sejak 2020, eskalasi konflik menguat. Petani di lahan berkonflik membentuk Panitia Persiapan Pembentukan Perkumpulan Petani,” papar Lobian.
Pada Oktober 2021 Perkumpulan Petani Pejuang Bumi Sejahtera (P3BS) terbentuk. Mereka melaksanakan Kongres Luar Biasa pada Maret 2022. Dua bulan kemudian, 40 anggotanya ditangkap karena dituduh mencuri sawit milik perusahaan. Mereka mendekam di tanahan polisi selama 12 hari. Mereka kemudian dibebaskan dengan alasan restorative justice.
Sekilas Tentang Adat Orang Malin Deman
SENGAIL adalah perkampungan tua berupa semenanjung sungai tempat mengail ikan. Seseorang bernama Isa pernah memancing di sana. Lama kelamaan, tempat itu mulai ramai dan dinamai Isangail yang lantas berubah menjadi Sengail. Tak disebutkan kapan persisnya perkampungan itu terbentuk.
“Masyarakat menyebar dan membentuk kelompok-kelompok pemukiman yang kemudian hari bernama desa. Terdapat 3 Desa di Sengail; Serami Baru, Talang Arah, Lubuk Talang,” ungkap Warkah, ketua Adat Malin Deman.
Tahun 70an, Hak Penguasaan Hutan (HPH) telah mulai mengeksploitasi kayu di wilayah itu. Masyarakat mulai merasakan dampaknya. Pada 80an awal, Departemen Sosial memindahkan mereka ke seberang sungai melalui program transmigrasi lokal.
Lokasi pemukiman baru adalah Padang Kabau. Ini adalah lembah datar yang cukup luas dengan akses jalan darat yang lebih mudah. Kabau sendiri merupakan satu jenis tumbuhan polong-polongan, buahnya berupa kotak persegi melengkung dan bekulit hitam, baunya lebih menyengat daripada jengkol. Padang Kabau dan sekitarnya di masa itu masih menjadi bagian dari Kabupaten Bengkulu Utara. Kabupaten ini dimekarkan menjadi Bengkulu Utara dan Mukomuko pada 2003. Padang Kabau menjadi bagian dari Kecamatan Ipuh.
Pada 2006, terjadi pemekaran Kecamatan Ipuh menjadi; Kecamatan Ipuh, Kecamatan Sungai Rumbai, Kecamatan Air Rami dan Kecamatan Malin Deman. Malin Deman sendiri dipilih menggantikan nama Padang Kabau. Pada 2007, Desa Talang Arah dimekarkan menjadi: Desa Air Merah dan Talang Arah sendiri. Keempat desa kini hanya dibatasi jalan setapak dan selokan air di pusat Kecamatan Malin Deman. Desa tambahan lain di kecamatan ini adalah; Talang Baru dan Semambang Makmur.
“Di Malin Deman secara umum terdapat 7 kaum; Depati Matun, Sawak, Dehak, Haji Samad, Melayu Gedang, Cading, dan Teguh. Di tiap desa, ada yang kaumnya berjumlah 7 ada yang hanya 4 saja. Tiap desa memiliki Orang Adat dipimpin Ketua Adat yang dibantu oleh Pemangku Gedang, Pemangku Kecik dan Penggawo. Untuk organisasi adat ini, mereka menganut falsafah Batakah Naik Bajenjang Tuhun, yakni para pemimpin adat dipergilirkan antar kaum yang sesuai dengan masa jabatan 5 tahun,” papar Warkah.
Orang Syara’ (Pemuka Agama), lanjut dia, juga dipilih berdasarkan eksistensi kaum yang ada di desa. Orang Syara’ menganut falsafah yang sama dengan Orang Adat.
Orang Adat dan Orang Syara’ mengurus segala urusan yang berkaitan dengan upacara perkawinan, kematian dan pembukan lahan. Kecuali itu, mereka juga bekerjasama dengan Pemerintah untuk urusan ketentraman dan keamanan masyarakat.
Menurut Warkah, ada 3 jenis pohon yang khusus diurus Orang Adat; pinang, durian dan kelapa. Kendatipun pohon-pohon itu ditanam oleh masyarakat, tapi tidak boleh ditebang. Menebang ketiga jenis pohon itu harus dengan persetujuan Orang Adat. menurut mereka, ketiga jenis pohon tersebut memiliki fungsi sosial yang tinggi.
Penulis : Syafrizaldi Jpang