Orang Talang Mamak vs Perusahaan Perkebunan Sawit
TALANG MAMAK merupakan salah satu masyarakat adat asli di Provinsi Riau. Mereka terdiri dari 29 kebatinan dan tersebar di 5 kecamatan di Indragiri Hulu (Rakit Kulim, Batang Gangsal, Batang Cenaku, Seberida dan Rengat Barat), Riau. Lokasinya berdekatan dengan Taman Nasional Bukit Tigapuluh (TNBT). Kehidupan mereka bergantung pada sumber daya hutan dan mengolah sumber daya tersebut untuk dikonsumsi secara ego-keluarga maupun komunal.
Talang Mamak mengaku masih memiliki hubungan dengan Minangkabau. Patih Nan Sebatang dari Minangkabau dipercaya memiliki 3 orang anak yang kelak dikenal dengan nama Patih Nan Betiga. Mereka dikenal sebagai Payung Tiga Sekaki; Patih Sebunga berkedudukan di Durian Cacar, Patih Besi berkedudukan di Talang Parit, dan Patih Kelopak berkedudukan di Talang Perigi.
Keturunan Patih Durian Cacar menyebar hingga ke Batang Tenaku, Rantau Langsat, Dinala Pasak Melintang, Tujuh Buah Tangga, Ampang Delapan dan Anak Talang. Keturunan Batin Talang Perigi menyebar ke Kedabu, Pembubung, Talang Siambul dan Dua Puluh Patar. Sedangkan Keturunan Batin Talang Parit menyebar melewati wilayah Talang Jerinjing, Talang Sungai Limau, Mukemuke, Belimbing dan Sungai Jirak.
Orang Talang Mamak menganut kepercayaan LANGKAH LAMA, yakni kepercayaan mereka terhadap adanya Allah Sang Pencipta dan Penguasa alam semesta dan Nabi Muhammad sebagai utusanNya. Namun LANGKAH LAMA tidak menjalankan syari’at sebagaimana yang dituntun Al Qur’an dan hadist, sebagaimana yang dipercaya dan diamalkan penganut ISLAM. Mereka menyebut ISLAM sebagai LANGKAH BARU.
Hutan laksana rumah kedua bagi orang Talang Mamak. Keberadaannya menjadi penunjang sistem kehidupan. Tapi dalam 20 tahun terakhir, kehidupan orang Talang Mamak terancam karena hutan banyak dikonversi menjadi perkebunan sawit skala besar. Kini tak banyak hutan tersisa di lingkar kehidupan orang Talang Mamak.
Dalam sistem mata pencaharian, awalnya masyarakat adat Talang Mamak melakukan kegiatan berburu dan meramu. Kemudian berkembang dan merubah sistem tersebut dengan melakukan perkebunan dan pertanian skala kecil.
Karet merupakan komoditas utama. Orang Talang Mamak menggunakan sistem tumpang sari dalam berkebun karet, yaitu menanam padi dan tanaman semusim semasa pohon karet masih kecil. Namun saat ini, sawit telah menjadi pilihan utama.
Bagi orang Talang Mamak, kerajinan tangan adalah kebiasaan yang terus diwariskan dari generasi ke generasi. Kini, kerajinan tangan sudah banyak yang ditinggalkan seiring dengan minimnya sumber bahan baku. Hutan merupakan satu-satunya tempat dimana mereka dapat mengumpulkan bahan alam untuk membuat kerajinan tangan.
Kaum perempuan Talang Mamak mewarisi pengetahuan dan kemampuan membuat beragam kerajinan tangan untuk keperluan rumah tangga. Waktu senggang di malam hari kerap dimanfaatkan untuk berkumpul dan membuat kerajinan tangan. Belakangan, hal itu tak banyak dilakukan seiring dengan serbuan teknologi dan tontotan tv.
Kronologi Orang Talang Mamak vs Perusahaan Perkebunan Sawit
1984: PT Inecda Plantation mendapat persetujuan prinsip pengembangan kelapa sawit dari Kementerian Pertanian RI.
1987: Terlihat aktivitas pembukaan lahan di sekitar wilayah adat Talang Parit. 1996 baru diketahui aktivitas itu dilakukan PT Inecda Plantation untuk membangun perkantoran, perumahan dan perkebunan kelapa sawit.
Agustus 1996: Perwakilan Komunitas Talang Parit mengajukan tuntutan kerjasama PIRBUN (Inti/Plasma) kepada PT Inecda Plantation, berikut menuntut agar status lahan tetap menjadi wilayah adat Talang Parit. Perusahaan menawarkan pembangunan kebun Plasma pola KKPA seluas 866 hektar dengan areal di luar kebun yang telah dibangun perusahaan. Tuntutan tidak terealisasi.
2001; Perusahaan mengajukan pilihan tawaran: Pertama, Perusahaan membangunkan plasma dengan pola KKPA seluas 250 ha dengan syarat plasma tersebut berada di luar HGU, atau kedua, Perusahaan menyerahkan 25 ribu bibit sawit kepada masyarakat, atau ketiga, Perusahaan memberikan uang tunai namun jumlahnya tidak disebutkan.Perwakilan komunitas Talang Parit dan Talang Sungai Limau menolak semua tawaran dan meminta Perusahaan mengembalikan ulayat adat mereka. Komunitas Luak Talang Parit menyampaikan surat kepada Perusahaan agar tidak melakukan kegiatan di wilayah yang disengketakan.
2002-2003: Pemerintah Daerah (Pemda) INHU memfasilitasi upaya penyelesaian, upaya berakhir tanpa hasil.Sementara,ada oknum elit masyarakat yang membangun kesepakatan sepihak dengan Perusahaan.
22 April 2003: PT Inecda Plantation mengeluarkan surat pernyataan bahwa setelah habis masa berlaku HGU, maka lahan dan pemanfaatannya di kembalikan kepada Pemda INHU.
20 April 2004: Masyarakat Talang Sungai Parit mengirim surat permohonan kepada Bupati INHU agar dapat mengeluarkan surat penguasaan tanah kepada masyarakat Talang Sungai Parit setelah HGU PT Inecda Plantation berakhir.
18 Mei 2004: Bupati INHU menyurati PT Inecda Plantation perihal tindak lanjut tuntutan masyarakat Desa Talang Sungai Limau dan Desa Talang Sungai Parit.
2004: Komunitas Talang Parit mendatangi DPRD INHU meminta mencarikan solusi.
Agustus 2005: Komunitas Adat Luak Talang Parit menyurati kembali Bupati INHU.
Agustus 2006: Perusahaan menolak permintaan Batin Adat Talang Parit untuk menerima masyarakat setempat sebagai pekerja.
2006: Perusahaan menyatakan bersedia membangunkan plasma untuk masyarakat dengan pola KKPA di luar HGU. Masyarakat menolak karena hal ini tidak menjawab permasalahan berikut terbatasnya lahan yang dimiliki oleh masyarakat.
2014: Komunitas Luak Talang Parit dimediasi oleh Komnas HAM. Upaya mediasi sebatas pertemuan dengan Pemda INHU, tidak ada upaya lanjutan.
November 2018: Humas PT Inecda Plantation meminta para Batin untuk menandatangani hasil pemetaan/pengukuran ulang lahan perkebunan yang dilakukan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan PT Inecda Plantation. Batin Talang Parit dan Batin Sungai Limau tidak bersedia menandatangani dokumen tersebut.
Desember 2020:
- PT Inecda Plantation melakukan perpanjangan HGU. Kepala Desa Talang Parit menolak menandatangani surat persetujuan.
- PT Inecda Plantation gencar melakukan berbagai strategi pendekatan kepada masyarakat, salah satunya melalui bantuan benih ikan.
- Komunitas Adat Luak Talang Parit mulai didampingi oleh koalisi masyarakat sipil, selanjutnya disebut Tim Pendamping.
19 Maret 2021: Komunitas Adat Luak Talang Parit menyampaikan keluhan resmi ke Sekretariat Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO). Materi keluhan terkait dengan konflik lahan dengan PT Inecda Plantation.
29 Juni 2021: Complain Panel (CP) RSPO menerima secara resmi keluhan Komunitas Adat Talang Parit. RSPO juga menyampaikan pilihan penyelesaian kasus melalui Penyelesaian Bilateral, dan atau melalui Dispute Settlements Facility (DSF).
Juli 2021: Komunitas Adat Talang Parit menyetujui pilihan penyelesaian negosiasi bilateral. PT Inecda Plantation menolak kedua pilihan penyelesaian yang ditawarkan RSPO.
17 November 2021: Tim Pendamping dan Komunitas Adat Luak Talang Parit mendatangi Sekretariat RSPO. Sementara menunggu hasil kerja CP, Sekretariat RSPO akan mengirimkan independent investigator ke lapangan.
April 2022: Rights and Resources Initiative (RRI), International Land Coalition and Land Rights Now mengirim surat kepada Samsung C&T Biofuel PTE Ltd (Perusahaan induk PT Inecda Plantation) untuk mendorong percepatan upaya penyelesaian. Samsung C&T Biofuel PTE Ltd menyerahkan proses penyelesaian kepada PT Inecda Plantation. PT Inecda Plantation beralasan proses ini belum berjalan karena masih menunggu hasil proses litigasi gugatan pengadilan atas HGU mereka yang diajukan oleh komunitas masyarakat lain.
Mei 2022: CP RSPO meminta informasi kepada Lembaga Sertifikasi yang sebelumnya melakukan audit kepada PT Inecda Plantation untuk mendapatkan sertifikasi RSPO.
Juli 2022: Advocates for Publik Interest Law (APIL) asal Korea melakukan advokasi terkait dengan pelanggaran sosial dan lingkungan yang dilakukan oleh anak usaha S&G Biofuel PTE Ltd di Provinsi Riau termasuk PT Inecda Plantation. Terhadap temuan APIL, Samsung C&T Biofuel PTE Ltd memberikan bantahan.
24 Agustus 2022: CP RSPO memutuskan untuk melakukan investigasi independen terkait dengan indikasi pelanggaran atas Principles & Criteria (P&C) RSPO yang dilakukan oleh PT Inecda Plantation.
September 2022: Sekretariat RSPO mengirimkan draft Term of Reference (ToR) untuk pelaksanaan Investigasi Independen.
Februari 2023: Investigator Independen mulai bekerja.
Sumber:
- Buku Talang Mamak di Tepi Zaman, Penulis Syafrizaldi Jpang, Penerbit AsM Law Office, 2020.
- Kronologi kasus, AsM Law Office, 2020.
- BPS, 2020.
- Observasi lapangan tim adatpedia.com (GMA), 2019-2022.
*Koreksi: Adatpedia.com telah mengganti dua bagan struktur yang ada dalam artikel diatas, yaitu bagan struktur Kebatinan Masyarakat Adat Talang Mamak, dan bagan khusus kebatinan. Penggantian ini kami lakukan berdasarkan informasi terbaru, yakni:
- Berita Acara Kesepakatan Struktur Adat Talang Mamak yang Sesuai Sejarah Adat dan Wilayah Adat Talang Mamak, Nomor 1 tanggal 14 Januari 2021.
- Dokumen-dokumen dan diskusi dengan AMAN INHU (Januari-Februari 2020)
- Serial Diskusi dengan Batin Sungai Limau, Batin Ampang Delapan, Batin Talang Perigi, Batin Talang Parit, Batin Pejangki dan Batin Pring Jaya (Januari-Februari 2020).