Menengok Tembawang di Ansok
ANAK muda di Ansok mulai melirik kekayaan tembawang mereka. Hutan agrofores tua itu kini mulai dilirik lantaran potensinya yang luar biasa.
Untet (18) memiliki nama asli Ifnasia Riska. Dia menggunakan baju dari kulit kayu. Menurutnya, anak muda Dayak seharusnya tak malu memakai pakaian adat berikut aksesorisnya.
Baju itu dipakai Untet, menyusul hasil rapat pemuda di kampungnya di Dusun Ansok di Desa Benua Kencana, Kecamatan Tempunak Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat. Dalam rapat itu, mereka berniat melakukan revitalisasi atas kehidupan budaya dan adat orang Dayak Seberuang Ansok.
“Kami baru saja membentuk kelompok pemuda bernama Gerakan Pemuda Adat Seberuang Ansok,” katanya.
Kampung Untet merupakan salah satu kampung yang dihuni oleh Suku Dayak Seberuang, sekitar 78 kilometer dari pusat Kabupaten Sintang. Suku Dayak Seberuang, lanjutnya, menyebar mulai dari sungai Seberuang di Kabupaten Kapuas Hulu. Nenek moyangnya berpindah berkali-kali sebelum tiba di Sungai Tempunak.
“Tak ada sumber tertulis. Kami merunut sejarah dari tuturan tetua kampung,” ungkapnya 10 Januari 2020.
Dayak Seberuang, lanjut dia, termasuk rumpun Dayak Ibanik. Kampung Ansok sendiri merupakan salah satu yang tertua di wilayah Kecamatan Tempunak Hulu. Dulu, bahkan pernah menjadi pusat pemerintahan Temenggung Udap.
Dusun Ansok, kata Untet, luasnya hanya 1.173 hektare, 119 hektare di antaranya adalah hutan adat. Hutan adat ada dua, ada hutan adat Bukit Emperkak seluas 116 hektare dan hutan adat Bukit Lamat seluas 23 hektare. Nama Emperkak merujuk pada sebuah nama bukit yang dulunya adalah tembawang.
Paman Untet, Timotius memperkenalkan hutan adat kepadanya. Menurutnya, generasi muda mesti lebih mengenal potensi alam. Itu akan menjadi modal Untet mebangun kampungnya di masa depan.
“Tembawang sendiri merupakan satu komplek pemukiman berikut kebun-kebun tua yang telah ditinggalkan. Secara ilmiah, tembawang dikenal dengan istilah agroforest,” ungkap Timotius.
Di Ansok sendiri, tanaman kopi mulanya diperkenalkan Belanda. Hal ini terbukti dengan banyaknya tanaman kopi tua pada tembawang yang telah lama ditinggalkan. Kecuali itu, kini perempuan di Ansok juga sudah belajar budidaya padi sawah. Dulunya, kata Untet, orang Ansok menanam padi sekali dalam setahun di ladang. Dengan sawah, diharapkan produksi padi di Ansok bisa lebih meningkat. Jadi kami tak perlu lagi membeli beras. Untet tampak sangat berselera seiring dengan bulir padi yang mulai tumbuh. Dia berkeinginan kuat menjadi bagian dari perempuan adat yang turut melestarikan budaya Dayak. Klik, telepon pintarnya berbunyi. Dia tak kuasa lagi menunggu saatnya swafoto.
(Syafrizaldi Jpang)